Sinau Sabar
Sabar
adalah separuh dari iman, sedangkan separuh yang lain adalah syukur. Jadi,
sabar itu wajib dimiliki oleh setiap orang yang beriman kepada Allah. Apakah
seseorang menjadi penyabar atau bukan penyabar banyak dipengaruhi oleh cara
bagaimana dia melatih dirinya sendiri. Kalau seseorang membiasakan diri untuk
melihat apa-apa yang bisa diraih dalam jangka pendek saja, dia akan menjadi
orang yang berpandangan pendek dan orientasinya selalu pada hal-hal yang
mempunyai sifat kekinian. Orang ini tentu menginginkan segala sesuatu terjadi
secara instant dan kemungkinan besar akan menjadi orang yang tidak bersabar. Tapi
bila seseorang mau melatih dirinya untuk selalu melihat akibat jangka panjang
disamping akibat jangka pendek, dia, insya Allah, akan menjadi penyabar dan
bersedia menungggu hasil yang lebih baik dalam waktu yang lama.
Kita, sebagai orang beriman,
dianjurkan untuk selalu berorientasi ke depan dan selalu memperhitungkan akibat
jangka panjang disamping akibat jangka pendek. Bahkan target-target jangka
pendek harus selalu disesuaikan dengan target jangka panjang. Allah SWT
berfirman “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (QS 59:18)
Ini berarti bahwa kita dianjurkan
selalu memperhitungkan semua akibat perbuatan kita di masa yang akan
datang-yang dalam ayat ini disebut hari esok, yakni kehidupan di akhirat.
Ketika kita mengerjakan suatu program, misalnya, maka target jangka pendek
tidak boleh bertentangan dengan target jangka panjang, yaitu target untuk
bahagia di akhirat. Lalu untuk melaksanakan pemahaman ini dalam kehidupan
sehari-hari, meski kita berusaha mengantisipasi apa-apa yang mungkin terjadi di
masa yang akan datang. Sehingga kita bisa melakukan langkah-langkah persiapan
untuk mengahadapinya. Ketika bekerja, misalnya kita perlu mengantisipasi bahwa
suatu saat kita akan pensiun dan pensiun itu biasanya terjadi pada anak-anak
kita sudah besar dan membutuhkan biaya banyak untuk kuliah dan lain-lain. Kalau
kita mengantisipasi itu sepuluh tahun sebelum terjadinya pensiun, maka kita
bisa melakukan banyak langkah-langkah persiapan untuk menghadapinya dan
mengatasi masalah yang mungkin timbul-berkurangnya penghasilan dari tempat
kerja saat ini, berkurangya pengaruh, berkurangnya tenaga, berkurangnya sahabat,
perginya anak-anak dari rumah kita, dan masih banyak lagi. Langkah persiapan
itu, antara lain, melatih diri untuk memiliki keterampilan yang bisa ditawarkan
pada hari tua, missal bekerja sebagai konsultan atau guru, menggalang
persahabatan yang lebih luas dengan berperilaku ramah dan santun kepada orang
lain, memperluas pengetahuan dengan terus belajar, dsb.
Bila kita tidak mengantisipasi semua
ini, dank arena itu tidak melakukan langkah-langkah persiapan seperlunya, maka
kita akan terperanjat dan gugup ketika masa pensiun itu betul-betul datang.
Akibatnya, kita akan menjadi pemarah dan makin tidak sabaran.
Komentar