Kisah Kegagalan Seseorang Karena Curang
Calon Sang Ulama
yang Gagal
(Cerita hanya fiktif)
Karya dari Ria Dyan Rahayu
Maulana panggilannya, ia
anak SMA yang rajin beribadah dan belajarnya. Ia tak pernah lupa melaksanakan
kewajibannya terhadap Allah swt. Ia seorang remaja yang sangat sopan terhadap
orang yang lebih tua darinya, ia juga sangat supel dan lembut. Hingga ia dijuluki anak paling alim di kelasnya. Ia
bagaikan idola para wanita, karena tutur katanya yang halus dan sopan. Ia juga
menghormati seorang wanita.
Dua tahun berlalu, ia telah
beranjak dewasa, hal itu ditandai dengan bertambahnya usia. 18 tahun,
menurutnya ialah angka yang sangat besar. Setiap bertambahnya usia, ia selalu
bersyukur atas nikmat dan karunia yang telah Allah swt. berikan kepadanya. Setelah
bertambahnya usia, ia mulai matang menata kehidupan di masa depannya. Segala
macam telah ia rencanakan. Ia telah menggenggam sebuah impian dalam
kehidupannya.
Semakin dewasa, ia sangat
berpegang teguh atas prinsipnya. Keteguhannya telah mengiringinya menjadi laki
- laki yang berwibawa. Sejak saat itu, ia ingin menggapai impiannya. Ia sangat
ingin menjadi seorang ulama besar di Mesir.
Detik telah berganti menit.
Menit telah berganti jam. Jam telah berganti hari. Seiring hari, ia selalu giat
belajar dan disiplin waktu yang keras. H -20 menuju Ujian yang paling ditunggu -
tunggu di seluruh Indonesia. Baginya waktu merupakan satu hal kecil yang sangat
penting bagi kehidupannya. Tiap detik pun baginya sangat berarti. Niat
belajarnya semakin besar seakan melawan setiap langkahnya. Derap langkahnya
semakin bergejolak untuk satu impiannya.
Namun, seminggu kemudian. Rencana
yang telah ia rancang seakan - akan telah musnah. Perlahan - lahan, prinsip
yang telah ia buat runtuh seketika. Kepribadiannya berubah. Tidak seperti
Maulana yang dikenal banyak orang akan kepribadiannya yang bagus. Hal itu
membuat Ibunya begitu khawatir terhadap dirinya.
Entah, apa yang sedang Maulana
pikirkan saat itu? Perubahannya begitu drastis. Ia tidak lagi seperti anak
remaja seminggu yang lalu. Remaja yang sangat berpegang teguh atas prinsipnya.
Dimana Maulana yang dikenal banyak orang itu? Perubahan itu, membuat semua
orang terheran. Keadaan semakin runyam. Semua
orang begitu kecewa padanya.
Disiplin sholat, sepertinya
tidak lagi ia lakukan. Jangankan lima waktu, hanya dua waktu yang ia
laksanakan. Mengapa ia lupa atas kewajibannya kepada Allah swt? seharusnya ini
tidak terjadi. Perilakunya semakin menjadi - jadi. Ia mulai tidak sopan terhadap
orang tuanya. Orang tuanya hanya mengelus dada melihat perilaku anaknya. Orang
tuanya selalu menyalahkan diri sendiri, karena mereka merasa bahwa tidak
menjaga amanah yang diberikan oleh Allah swt dengan baik. Penyesalan diri telah
membelengguh hati orang tuanya. Ia menjadi anak yang susah diatur. Nasehat
ibunya, bagaikan semut yang lewat dihadapannya. Sayangnya, perubahan pada
dirinya tak tampak jika ia bersama teman-temannya.
Seminggu pun berlalu.
Bagaikan waktu yang berdetak dengan cepat. Hanya waktulah yang menjadi sanksi
bisu dalam sejarah ini. Namun, Maulana menjadikan sejarah dalam hidupnya
berujung dalam kegelapan dan jatuh dalam lubang penyesalan. Hanya sebuah waktu
yang dapat menjawab, kapan Maulana akan menyadari perubahannya itu?
Hari ujian pun telah tiba.
Tidak disangka, ia ikut andil dalam kecurangan UN. Hal itu ia lakukan hingga
hari terkahir ujian. Tidak lama kemudian, hasil ujian pun tiba. Ia pun
melihatnya. Ketika itu, ia telah jatuh dalam lubang penyesalan. Kehidupannya
yang redup, kini telah menjadi gelap
gulita. Tiada secercah cahaya yang dapat menyinari kehidupannya. Dia berpikir.
Apa yang ia lakukan hingga semua berakhir seperti ini? Cahaya datang menyinari
pikirannya. Ia tersadar akan apa yang ia lakukan sudah merusak imipian yang
telah ia genggam selama ini.
Setelah kejadian itu, ia tidak
berani bertemu dengan orang tuanya. Akan tetapi, ibunya mengetahui hal yang telah
terjadi pada anaknya. Ibunya pun berusaha untuk mengembalikan keceriaan yang
ada pada diri Maulana. Namun, usaha Ibunya tidak berhasil. Segala rencana,
telah ia lakukan dengan baik.
Maulana tetap mengurungkan
diri di kamar berhari - hari hingga 3 bulan. Dua bulan pertama, nafsu makannya
sedikit berkurang dan ia jarang bermain lagi dengan teman-temannya. Satu bulan
kemudian, nafsu makannya begitu lemah hingga ia sering jatuh sakit. Orang
tuanya begitu khawatir terhadapnya, tiap hari ia selalu terkena amarah dari
sang anak. Hingga akhirnya, 3 hari kemudian, Maulana menghirup nafas untuk yang
terkahir kalinya. Orang tuanya sangat sedih. Mereka sangat terpukul melihat
kejadian itu. Tidak mereka sangka, bahwa anak satu - satunya telah pergi
meninggalkan mereka untuk selamanya. Tidak ada selintas pun pikiran, bahwa
anaknya telah hilang dalam relung matanya. Walau raga telah pergi, namun jiwa
tetap ada dalam hati.
Komentar