Ketiga Anak Darliana Lumpuh Mendadak
Kisah nyata (cerita Widya, Majalah Wanita Kartini nomer 2345
edisi 04-18 April 2013)
Setiap pasangan mendambakan kehadiran buah hati dalamkeluarga mereka.
Namun, bila buah hati cinta itu tumbuh tidak sempurna, di situlah seorang ibu
sedang diuji. Hal itu pula yang dialami Darliana, ketika ketiga anaknya
mengalami kelumpuhan mendadak karena kelainan langka. Dengan penuh kasih sayang
dan kesabaran, dia rawat ketiganya tanpa lelah. Berikut kisah perjuangan
Darliana merawat tiga anaknya itu.
Bahagia tiada
terkira menyelimuti Darliana Hasibuan (56) dan suaminya, Muchlis Hamzah (59),
kala Sang Pencipta menganugerahi buah hati dari perkawinan mereka. Namun ketiga
buah hatinya tumbuh tidak seperti yang diharapkan. Dalam perkembangannya,
ketiganya mengalami gangguan kesehatan. Tiga putra yang diharapkan Darliana
dapat membantunya kelak di masa tua, justru akan menjadi tanggungannya seumur
hidup. Mereka lumpuh secara mendadak. Jangankan berjalan, mengangkat tangan pun
harus dibantu. Kebahagiaan keluarga itu pun tergerus seiring penyakit yang
menyerang Abror (20), tiga putra Darliana, Darliana pun menjelma menjadi kaki
dan tangan bagi ketiganya.
Kelumpuhan yang menyerang Abror,
Ikbal, dan Jani, biasa ketiganya disapa, membuat aktivitas mereka terbatas.
Abror, sudah lebih 20 tahun terduduk di rumah. Kakinya lumpuh dan mengecil.
Bagaimana mungkin dia akan berjalan, sementara satu kakinya sudah kaku seperti
kayu, tak bisa diluruskan. Adik Abror, Ikbal, mengalami nasib serupa. Tapi Ikbal
masih lebih beruntung dari abangnya. Meski tak bisa berjalan juga, Ikbal masih
bisa menggerakkan tubuhnya dengan mengesot. Ikbal masih memiliki kekuatan untuk
membantu ayahnya di bengkel motor. Sementara Jani (20), kondisinya sedikit
lebih baik dari kedua abangnya. Sama seperti Ikbal, dia juga mengesot. Tubuhnya
lebih berisi disbanding Abror dan Ikbal.
Darliana sejatinya masih berharap
putra bungsunya itu sembuh. Jani selalu dibawa ke tukang pijat agar kakinya
bisa normal kembali. “Waktu itu dia saya bawa brobat, badannya sehat, gemuk,
tapi kaki dan tangannya malah tak bisa digerakkan,” Darliana membuka cerita.
LUMPUH
TIBA-TIBA
Darliana hinga
kini tak pernah tahu penyakit apa yang menggerogoti tubuh anak-anaknya. Dia
hanya tahu, penyakit itu telah membuat ketiga anaknya tidak bisa berdiri.
Abror, Ikbal, dan Jani, tutur Darliana, menderita penyakit tersebut hampir
bersamaan, saat ketiganya masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Mereka
tidak tamat SD, meskipun Abror sudah sempat duduk di bangku kelas 6, namun dia
tidak lulus. Sedangkan Ikbal dan Jani, hanya sampai kelas 3 dan 4 SD.
Darliana tidak ingat awal mula
datangnya penyakit itu. Dia hanya ingat, saat kecil, ketiganya sering step
karena demam tinggi. Namun tak pernah terlintas dalam benaknya, ketiganya akan
menjadi lumpuh di kemudian hari. Sebab baik Abror, Ikbal, dan Jani, lahir dalam
keadaan normal. Dia juga rutin membawa mereka imunisasi. Ketiganya pun tumbuh
secara normal, seperti anak-anak pada umumnya.
Darliana tidak yakin bahwa step itu yang
telah menyebabkan ketiganya lumpuh. Karena ketiganya masih hidup secara normal
hinga SD. Abror, memang terlihat sakit-sakitan sejak kelas 5 SD. Padahal, Abror
dulu anak yang rajin. Dia suka membantu orangtuanya. Namun sejak sakit-sakitan
itu, Abror tidak mampu bekerja.
Sejak saat itu, Darliana rajin
menjenguk anaknya di sekolah yang tak jauh dari rumah mereka. Dia juga berpesan
kepada guru Abror, agar kelasnya tidak di atas. “Saya bilang, kalau bisa di
bawah saja kelasnya. Saya takut jatuh karena badannya lemas.”
Kekhawatiran Darliana menjadi
kenyataan. Abror akhirnya terjatuh dan berdarah. Sejak itu pula, kesehatannya
terus menurun. Dia kemudian mengalami kelumpuhan total. Ia pun tidak bisa
menamatkan sekolahnya.
Berbeda dari Abror, sebelum lumpuh, Ikbal
tidak terjatuh. Namun dia mengalami penyakit bisul yang menyerang di sekujur
badan. Kesehatan Ikbal juga terus menurun hingga lama-kelamaan dia pun
mengalami nasib serupa abangnya, lumpuh. Ikbal yang IQ-nya tergolong rendah,
juga tidak menamatkan SD, hanya sampai kelas 3.
Sementara Jani, setali tiga uang,
dia juga mengalami sakit sebelum lumpuh. “Kalau Jani, pas mau naik kelas 5,
gatal-gatal badannya. Setelah itu, sakit-sakitan sampai akhirnya begini.”
MENJALANI
BERBAGAI PENGOBATAN
Setiap orang
tua tentu mengharapkan kesehatan bagi anak-anaknya. Begitu juga Darliana dan
Muchlis. Warga Jalan Karya Jaya, Kelurahan Gedung Johor, Kecamatan Medan Johor
tersebut, tiada lelah membawa ketiganya berobat supaya sembuh. Berbagai
pengobatan sudah mereka tempuh, mulai dari puskesmas, klinik, rumah sakit,
hingga pengobatan tradisional seperti tukang pijat, orang pintar, ustadz, atau
apa pun namanya yang disebut orang bisa menyembuhkan penyakit. Darliana sudah
datangi. Namun tak satu pun membuahkan hasil.
Mulanya dia pergi ke rumah sakit
untuk mengetahui penyakit Abror dan kedua adiknya. Termasuk ke RSU dr Pringadi
Medan. Hasilnya pun tidak sama. “Ada yang bilang kurang gizi, polio, lumpuh
layu, ada juga yang bilang kanker tulang, pengapuran, dan kelainan langka yang
belum diketahui penyebabnya,” kata Darliana.
Bahkan, lanjut Darliana, pernah ada
dokter dari Belanda yang mengambil sampel tijna ketiganya untuk diperiksa. “Dia
penasaran, kenapa bisa sekali tiga terserang penyakit yang sama. Ini mungkin
sebuah penyakit langka. Jadi, mau diperiksa. Tapi sampai sekarang kabar
kepastian tentang penyakitnya belum jelas,” jelas Darliana.
Putus asa dengan pengobatan ala
dokter. Darliana memutuskan mengikuto pengobatan tradisional. Tukang pijat
seolah sudah menjadi kewajiban untuk dikunjungi. Di samping itu, ia juga
menempuh jalur pengobatan alternative yang ramai dikunjungi orang. Dari informasi yang dia peroleh, orang
pintar itu bisa menyembuhkan aneka penyakit.
Bersama suaminya, ia memboyong
ketiganya menuju tempat itu menggunakan becak barang. Benar saja kata
orang-orang, tempat itu sangat ramai hingga mereka harus menunggu giliran
sampai pukul 1 dinihari. “Namanya untuk kesembuhan anak, jam berapa pun nggak
masalah.”
Pengobatan itu ternyata tak
membuahkan hasil. Abror, Ikbal, dan Jani, tetap tak bisa berjalan. Namun, ia
tak berputus asa. Dia tiada lelah mencoba berbagai cara demi kesembuhan
anak-anaknya. Termasuk menjalankan cara-cara yang dapat dikatakan tidak
rasional. Seperti mandi kembang tengah malam, meletakkan sajadah di masjid yang
tidak memiliki daun pintu, dan mengambil air sumur dari tujuh masjid. Untuk dua
hal terakhir, Darliana dan suaminya rela pergi sampai ke luar kota.
Ya, semua usaha mungkin sudah dia
lakukan. Tapi kesembuhan yang diharapkan tidak kunjung datang. Kondisi Abror,
Ikbal, dan Jani, justru makin memburuk.
JADI
KAKI DAN TANGAN KETIGA ANAKNYA
Kondisi
kesehatan Abror dan kedua adiknya yang terus menurun, membuat Darliana harus
lebih memerhatikan mereka. Sejak mereka lumpuh, ia mengambil peran ganda.
Dialah yang menjadi tangan dan kaki mereka. Tak ubahnya seperti merawat bayi,
segala aktivitas mereka harus dibantu.
Untuk mandi, makan, dan buang air
besar, ketiganya tak bisa sendiri. Khusus Abror, tidur pun dia butuh
pertolongan. “Harus dibaringkan dulu. Kalau nggak, ya nggak bisa,” ujarnya.
Memiliki tiga anak yang lumpuh
sekaligus, menyita seluruh waktu Darliana. Dia yang tak kenal lelah mencari
uang untuk membantu suami, kini hanya bisa diam di rumah menjaga anak-anak.
Kalau dulu dia bisa bekerja, kini tak bisa lagi. Dari terbit fajar hingga ke
peraduan, dia terus siaga di rumah.
Guratan-guratan di wajah tua
Darliana menggambarkan beban batin yang ia derita. Namun sorot mata perempuan
itu memancarkan sebuah harapan. Harapan ketiga anaknya akan menjalani hidup
dengan bahagia, meski tanpa dirinya.
Kalau dulu dia marah dan menghujat
Tuhan karena memberikan cobaan demikian berat, tiga anak lumpuh sekaligus,
kini, dia sudah lebih tenang. Dia menyerahkan semua pada kehendak Tuhan.
Ikhtiar tiada kurang dia lakukan, sekarang saatnya bertawakal, pikirnya. (Widya)
Komentar